Isnin, 19 Disember 2016

Ketika Seorang Istri Berkata: “Ceraikan Aku atau Dia”

Ceraikan aku atau dia diantara ucapan yang diucapkan oleh sebagian istri ketika mengetahui suaminya menikah lagi. Diiringi dengan perlakuan buruk yang ditampakkan olehnya kepada suaminya. Ini diantara sebagian kesalahan yang dilakukan oleh para istri. dimana ketika suaminya menikah lagi (poligami), sebagian mereka ada yang mendzalimi suaminya, sebagian lagi ada yang kabur dari rumah, atau sebagian lagi ada yang berteriak –teriak histeris sambil membanting apa saja yang bisa dibanting. Sungguh sebuah tindakan yang jauh dari agama, ilmu dan baiknya akhlak. Rasulullah dalam sebuah haditsnya telah melarang seorang istri meminta cerai dengan alasan yang tidak sesuai syar’i  Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ ، فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
”Setiap isteri yang meminta cerai kepada suaminya dengan sesuatu yang tidak dibolehkan maka diharamkan baginya bau harumya surga ” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majjah).
Seharusnya seorang isteri yang shalihah menyadari apa yang dilakukan oleh suaminya adalah perkara yang mubah (boleh) dan haknya. tidak boleh dia menghalangi suaminya ketika ingin berpoligami. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :
فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja. “ (An Nisa’ : 3)
Yang menjadi masalah adalah bukan poligami yang dilakukan oleh suaminya, tetapi masalahnya jika suami berbuat tidak adil kepadanya atau kepada para istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
“Barangsiapa yang memiliki dua orang istri, lalu ia condong kepada salah seorang dari keduanya, maka ia akan datang pada hari kiamat sedangkan bahunya dalam keadaan miring sebelah.” (HR. Abu Daud, Nasa’i, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwail Ghalil : 2017)
Apalagi suaminya mempunyai alasan kuat yang melatarbelakangi kenapa dirinya ingin menikah lagi. Dikarenakan hukum poligami itu berbeda-beda pada setiap individu ada seseorang yang poligaminya hukumnya wajib, yaitu seseorang yang sudah beristri masih khawatir jika dia tidak berpoligami akan menyebabkan dirinya terjerumus dalam perbuatan maksiat seperti zina, selingkuh dan sejenisnya maka jika kondisinya seperti ini, wajib bagi dia untuk berpoligami. Ada juga seseorang yang hukum poligami pada dirinya hukumnya sunnah (dianjurkan) apabila dia seorang yang mempunyai harta yang cukup untuk berpoligami, mampu berlaku adil,  dan pada asalnya dirinya tidak khawatir terjatuh dalam perbuatan haram kalau tidak berpoligami dan ada seorang muslimah yang perlu ditolong seperti janda misalnya kemudian dia menikahinya dalam rangka ta’awun (menolong) terhadap janda tersebut. Ada juga poligami yang hukumnya mubah (boleh)apabila ada salah seorang yang telah beristri berkeinginan melakukan poligami dan ia cukup mampu untuk melakukannya. Ada juga kondisi seseorang yang poligaminyahukumnya makruh, yaitu apabila dia berkeinginan untuk melakukan poligami sedangkan dirinya belum memilki kemampuan yang cukup sehingga akan kesulitan dalam berlaku adil dan memberi nafkah. Dan ada Poligami yang hukumnya Haram, yaitu berpoligami atas dasar niat yang buruk, seperti untuk menyakiti isteri pertama dan tidak menafkahinya, atau ingin mengambil harta wanita yang akan dipoligaminya, atau tujuan-tujuan buruk lainnya.
Wajib seorang istri menerima syariat poligami yang mengandung hikmah dan kebaikkan yang banyak yang kembalinya kepada kaum wanita itu juga. Dan hal ini sebagai bentuk dari konsekuensi keimanannya kepada Allah. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (Al-Ahdzab: 36)
Dan bagi suami yang ingin berpoligami hendaknya memperhatikan syarat-syarat seorang suami dibolehkan untuk berpoligami. Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimhaullah pernah ditanya dengan sebuah pertanyaan
ما هي الشروط التي (إذا توفرت) جاز للرجل أن يتزوج بأكثر من زوجة واحدة؟.
“Apa syarat-syarat (yang apabila terpenuhi) boleh bagi sesorang untuk menikah lebih dari satu istri?
beliau menjawab
الحمد لله: الزواج بأكثر من زوجة واحدة أمر مطلوب بشرط : أن يكون الإنسان عنده قدرة مالية ، وقدرة بدنية ، وقدرة على العدل بين الزوجات . فإنَّ تعدُّد الزوجات يحصل به من الخير تحصين فروج النساء اللاتي تزوجهن ، وتوسيع اتصال الناس بعضهم ببعض ، وكثرة الأولاد ، التي أشار النبي صلى الله عليه وسلم إليها في قوله : ( تزوجوا الودود الولود ) وغير ذلك من المصالح الكثيرة
“Alhamdulillah: pernikahan lebih dari satu istri adalah perkara yang dituntut dengan syarat: sesorang mampu secara harta, badan dan mampu berbuat adil diantara para istri. maka sesunggunya poligami akan menghasilkan kebaikkan menjaga kemaluan para wanita yang dinikahinya, memperluas hubungan persaudaraan diantara manusia sebagian  dengan sebagian lainnya, dalam rangka memperbanyak anak sebagaimana yang diisyaratkan dengan sabdanya “menikahlah dengan wanita penyayang dan banyak anak” dan selain dari itu dari kebaikkan yang banyak” (Fatawa Ibnu Utsaimin)
Semoga Allah memperbaiki keadaan para wanita dan istri-istri kaum muslimin.
Wallahu a’lam bish shawwab.
Ditulis oleh ‘Abdullah bin Mudakir al-Jakarty

Tiada ulasan: